Jumat, 13 Juni 2008

Ketika Coklat Membuat "Sakaw"

Balgis Muhyidin

Hmmm, yummy,..

Siapapun yang membayangkan coklat, pasti tergiur. Coklat yang konon bisa membuat relax itu bisa dikonsumsi siapa saja. Bahkan beberapa keluarga lebih memilih anak-anaknya mengkonsumsi coklat, daripada permen jenis lain. Berlasan memang, karena coklat mengandung beberapa zat yang bermanfaat untuk pertumbuhan. Namun belakangan, ditemukan zat adiktif dalam balutan coklat. Bagaimana mengontrol hal ini?

Bisa dibayangkan jika sejak sekolah dasar si anak sudah mengkonsumsi narkoba dari jenis yang paling ringan sekalipun, dosis akan selalu ditambah untuk mendapatkan efek yang sama. Semula dirasa tidak enak, namun lama kelamaan akan menimbulkan kecanduan. Aksi "cerdas" ini dilakukan bandar narkoba sebagai upaya membuka "pasar" baru produknya.

Belakangan, agen bandar pun kabarnya semakin berani menjualnya secara terang-terangan. Bahkan, jika semula hanya berbagai jenis obat yang bisa menimbulkan kantuk atau halusinasi ringan lama kelamaan akan ditawari jenis narkoba lainnya yang lebih ‘greng’. Misalnya jenis heroin atau putaw yang pasti akan ditawarkan ketika narkoba jenis lainnya dirasa tidak memberikan efek seperti yang diharapkan.

Padahal ketika narkoba digunakan dengan cara menyuntik maka masalah lain muncul, yaitu adanya risiko untuk terjadinya penularan HIV/AIDS. Kejadian ini bisa menimpa siapa saja. Apa jadinya negeri ini jika menimpa sebagian besar generasi muda Indonesia? Yang awalnya hanya karena kebiasaan mengkonsumsi coklat?

"Nak, coklat apa yang kamu makan itu?!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar