Rabu, 04 Februari 2009

Akhirnya Datang Jua

Alhamdulillah. Itulah ucapan syukur kami terhadap keinginan yang dikabulkan. Meskipun sesungguhnya banyak hal lain yang mestinya kami syukuri namun kami luput merasakannya. Nadi yang tetap berdenyut, harumnya bunga kala pagi menyapa, rasa cinta, pernikahan, keluarga, sahabat dan masih banyak yang lainnya. Maafkan kami Ya Khaliq terhadap kealphaan ini.

Setelah operasi endemetriosis yang menurut bahasa lugas kami ‘mengangkat’ tumor yang besar. Sedangkan ‘bibit’ tumor maupun tumor yang kecil-kecil tidak bisa dibersihkan dengan cara operasi maka saya di terapi Tapros selama 3 bulan. Selain itu, Tapros juga merupakan salah satu upaya yang bisa dilakukan agar kasus yang sama tidak terulang. Namun demikian dokter tidak bisa menjamin kasus yang sama tidak akan terjadi lagi.

Sekitar lima bulan kemudian setelah operasi saya mengalami menstruasi yang pertama kalinya. Tidak mens adalah salah satu akibat dari terapi tapros tersebut. Sebagaimana anjuran dokter kandungan maka saat mens pertama kali kami mendatanginya. Saya mendapatkan vitamin dan ‘jadwal’ berhubungan dengan suami di masa-masa subur. Kami mesti mengikuti jadwal tersebut.

Dalam upaya ‘mentaati’ jadwal, kebetulan saya harus menghadiri pertemuan di Jakarta sejak senin sd hari jum’at. Padahal hari Jum’atnya adalah waktu dimana saya harus menerapkan jadwal pertama yang sudah ditetapkan dokter. Biasanya saya selalu pulang esok harinya. Selain untuk menghindari kemacetan Jakarta, hal tersebut saya lakukan agar saya tidak terburu-buru dan memanfaatkan waktu untuk berdiskusi dengan teman-teman. Namun jum’at itu sebelum acara pertemuan di tutup saya sudah berpamitan, sudah pasti semua bertanya-tanya. Jawaban saya adalah: saya mesti pulang malam ini dan bertemu suami saya karena kami merancang kehamilan. Teman-teman tertawa, sebagian mungkin beranggapan saya mengada-ngada. Padahal itu adalah jawaban saya yang terjujur.

Sebulan kemudian saya tidak menstruasi lagi, saya pikir itu adalah salah satu effect dari tapros yang masih tersisa. Saya sempat makan durian banyak, durian adalah salah satu buah favorit saya. Teman-teman sempat mengingatkan karena mereka tahu saya sedang merancang kehamilan. Di kehamilah pertama saya sempat menanyakan kesukaan saya tersebut kepada dokter kandungan. Dan jawabannya adalah “ Asalkan belum satu becak, boleh saja”. OLeh karena itu jawaban saya terhadap kekhawatiran teman saya adalah “ Belum satu becak khan?”. Meskipun saya belum tahu pasti dan tidak mempunyai firasat apapun.

Setelah satu minggu keterlambatan, saya mengeceknya menggunakan salah satu alat test kehamilan. Negative. Sy menghubungi dokter kandungan lagi, dan menanyakan hal tersebut. Dr. kandungan menyarankan saya untuk melakukan test lagi dengan alat test yang menurutnya lebih akurat. Saya disarankan salah satu merk. Saya lakukan sarannya. Alhamdulillah, janin yang kami tunggu, agar anak pertama kami tidak menjadi anak tunggal akkhirnya datang jua.

Hari-hari saya lalui dengan semangat baru, dengan kebahagiaan yang membuncah. Dan kandungan saya memang tidak bermasalah. Saya tidak mengalami mual, saya tidak mengalami ngidam. Semua berlangsung dengan ringan, penuh keceriaan. Hingga kandungan memasuki bulan kedelapan dr kandungan mengatakan bahwa selama ini dia cukup was-was. Ternyata pada kebanyakan kasus setelah terapi tapros, pada usia kehamilan 2 atau 3 bulan janin akan gugur. Ketika saya tanyakan ‘kenapa saya tidak diberitahu?, dokter mengatakan ‘cukuplah dokter saja yang was-was.

Begitulah, dibantu dokter yang baik, semangat, harapan dan doa, kehamilan saya sungguh terasa tidak bermasalah. Bahkan waktu puasa hingga sembilan hari saya lalui tanpa keluhan. Hingga waktu melahirkan tiba. Seminggu sebelum hari H. Kami berkonsultasi dengan dokter dan menurutnya jika persalinan saya lancar saya bisa melahirkan secara normal. Namun jika di tengah proses terjadi sesuatu, maka saya tetap harus di operasi karena saya tidak boleh di – vacum ataupun upaya-upaya lain yang biasa dilakukan untuk mengeluarkan bayi dalam persalinan normal. Daripada dua kali kehilangan energi, kami memutuskan operasi. Hal ini lebih memudahkan saya untuk memantapkan hati dan menyiapkan mental.

Saya ingat, hati H tersebut adalah hari Kamis, 9 Ramadhan 2005. Rabu saya masih bekerja seperti biasa, namun ketika sore sekitar jam2-3. Saya mendatangi ruang kerja salah satu teman yang mempunyai empat anak. Saya mengatakan bahwa perut saya kadang terasa seperti berdenyut. Teman tersebut kaget, karena menurutnya gejala itu adalah pra kontraksi. Maklumlah, saya memang belum pernah merasakan seperti apa pra kontraksi ataupun kontraksi tersebut.

Hari itu, rabu, saya pulang jam 4 sore, menghubungi dokter. Sarannya jika denyut semakin cepat menjadi per 15 menit maka saya mesti segera ke rumah sakit.
Esoknya jam 9 pagi, saya memasuki ruang operasi untuk yang ke tiga kalinya. Tidak terasa sakit namun perut saya serasa liat ketika dibelah. Alhamdulliah, saya melahirkan nafas kecil kedua kami. Laki-laki. Kata Dokter, muka dan tubuhnya bersih sekali. Meskipun putra pertama kami yang berusia 4 tahun sempat cemberut. “Bagaimana sih yah, Allah ini” katanya pada suami saya. “Saya khan udah minta adik perempuan kok diberi laki-laki?”. Katanya.